Selasa, 17 April 2012

media masa orde baru dan orde lama

1. Tahun 1945 – 1950-an
Pada masa ini, pers sering disebut sebagai pers perjuangan. Pers Indonesia menjadi salah satu alat perjuangan untuk kemerdekaan bangsa Indonesia. Beberapa hari setelah teks proklamasi dibacakan Bung Karno, terjadi perebutan kekuasaan dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat, termasuk pers. Hal yang diperebutkan terutama adalah peralatan percetakan.
Pada bulan September-Desember 1945, kondisi pers RI semakin kuat, yang ditandai oleh mulai beredarnya koran Soeara Merdeka (Bandung), Berita Indonesia (Jakarta), Merdeka, Independent, Indonesian News Bulletin, Warta Indonesia, dan The Voice of Free Indonesia.
2. Tahun 1950 – 1960-an
Masa ini merupakan masa pemerintahan parlementer atau masa demokrasi liberal. Pada masa demokrasi liberal, banyak didirikan partai politik dalam rangka memperkuat sistem pemerintah parlementer. Pers, pada masa itu merupakan alat propaganda dari Par-Pol. Beberapa partai politik memiliki media/koran sebagai corong partainya. Pada masa itu, pers dikenal sebagai pers partisipan.
3. Tahun 1970-an
Orde baru mulai berkuasa pada awal tahun 1970-an. Pada masa itu, pers mengalami depolitisasi dan komersialisasi pers. Pada tahun 1973, Pemerintah Orde Baru mengeluarkan peraturan yang memaksa penggabungan partai-partai politik menjadi tiga partai, yaitu Golkar, PDI, dan PPP. Peraturan tersebut menghentikan hubungan partai-partai politik dan organisasi massa terhadap pers sehingga pers tidak lagi mendapat dana dari partai politik.
4. Tahun 1980-an
Pada tahun 1982, Departemen Penerangan mengeluarkan Peraturan Menteri Penerangan No. 1 Tahun 1984 tentang Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP). Dengan adanya SIUPP, sebuah penerbitan pers yang izin penerbitannya dicabut oleh Departemen Penerangan akan langsung ditutup oleh pemerintah. Oleh karena itu, pers sangat mudah ditutup dan dibekukan kegiatannya. Pers yang mengkritik pembangunan dianggap sebagai pers yang berani melawan pemerintah. Pers seperti ini dapat ditutup dengan cara dicabut SIUPP-nya.
5. Tahun 1990-an
Pada tahun 1990-an, pers di Indonesia mulai melakukan repolitisasi lagi. Maksudnya, pada tahun 1990-an sebelum gerakan reformasi dan jatuhnya Soeharto, pers di Indonesia mulai menentang pemerinah dengan memuat artikel-artikel yang kritis terhadap tokoh dan kebijakan Orde Baru. Pada tahun 1994, ada tiga majalah mingguan yang ditutup, yaitu Tempo, DeTIK, dan Editor.

Karakteristik Media Massa

1. SURAT KABAR

1 Publisitas
Penyebaran pada publik atau khalayak. Semua aktivitas manusia yang menyangkut kepentingan umum dan atau menarik untuk umum adalah layak untuk disebarluaskan. Pesan melalui surat kabar harus memenuhi kriteria tersebut.

2 Periodesitas
Menunjukan pada keteraturan terbitnya, bisa harian, mingguan, atau dwi mingguan. Setiap hari manusia selalu membutuhkan informasi. Selama ada kehidupan, selama itu pula surat kabar terbit.

3 Universalitas
Menunjuk pada kesemestian isinya, yang beraneka ragam dan dari seluruh dunia. Isi surat kabar meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Jika tidak, tidak dikategorikan media massa.

4 Aktualitas
Kini. Keadaan sebenarnya. Laporan tercepat menunjuk pada kekinian, atau terbaru dan masih hangat. Khalayak memerlukan informasi yang paling baru.

5 Terdokumentasikan
Dari berbagai berita ada yang dianggap penting oleh pihak pikah tertentuuntuk diarsipkan atau dikliping. Misalnya berkaitan dengan instansinya, atau artikel bermanfaat untuk menambah pengetahuan. Pengklipingan biasanya dilakukan oleh public relations.

2. MAJALAH

a. Penyajian lebih dalam
Frekuensi majalah pada umum nya mingguan. Berita dalam majalah disajikan lebih lengkap, karena latar belakang peristiwa. Unsur Why dikemukakan secara lengkap. Proses terjadinya peristiwa ( unsur how) dikemukakan secara kronologis.

b. Nilai aktualitas lebih dalam
Nilai aktualitas majalah bisa satu minggu. Karena biasanya majalah mingguan baru tuntas kita baca dalam tempo tiga atau empat hari.

c. Gambar/ foto lebih banyak
Jumlah halaman banyak, menampilkan gambar/foto yang lengkap, dengan ukuran besar kadang kadang berwarna, kualitas kertas yang digunakan lebih baik.

d. Kover sebagai daya tarik
Disamping foto, kover juga merupakan daya tarik tersendiri yang menunjukan ciri suatu majalah, sehingga secara sepintas pembaca dapat mengidentifikasi majalah tersebut. Kover ibarat pakaian dan aksesorisnya pada manusia. Kover biasanya menggunakan kertas bagus dengan warna yang menarik.

3. RADIO SIARAN

a. Auditori
Sifat auditori sebagai konsekuensi dari radio siaran untuk didengar. Pesan radio siaran harus disusun secara singkat dan jelas, atau concise dan clear, atau harus be cristal clear.

b. Radio is the now
Mestinya siaran radio dibandingkan media massa lainnya lebih aktual.Selain hitungannya dalam detik, proses penyampaiannya lebih aktual. Sering kali melakukan liputan langsung sari tempat kejadian ( rewriting to update ).

c. Imajinatif
Pendengar radio siaran bersifat imajinatif. Imajinasi berbeda dari setiap pendengarnya sesuai dengan frame of reference nya.

d. Akrab
Sifat yang lain adalah akrab dan intim. Seorang penyiar radio seolah-olah berada di kamar pendengar, menemani pendengar yang sedang melakukan aktivitasnya.

e. Gaya Percakapan
“ keep it simple, keep it short, keep it conversational” adalah rumusan penulisan berita radio. Penyampaian pesan harus bergaya percakapan( conversational style). Menulis naskah radio siaran haruslah sebagaimana kita berbicara kepada khalayak sasaran ( write the way you talk)

f. Menjaga Mobilitas
Mobilitas pendengar terjaga, karena pendengar tidak meninggalkan pekerjaan ketika mendengarkan radio.
4. TELEVISI
a. Audiovisual
Dapat didengar sekaligus dapat dilihat. Gambar dan kata-kata keduanya harus ada kesesuaian secara harmonis. Karena sifatnya ini, maka acara siaran berita harus selalu dilengkapi dengan gambar.

b. Berpikir dalam Gambar
Bila Pengarah acara membuat naskah acara / membaca naskah acara dia harus berpikir dalam gambar ( think in picture). Ada dua tahap yang dilakukan dalam proses berpikir dalam gambar. Pertama, visualisasi, menerjemahkan kata-kata yang mengandung gagasan yang menjadi gambar secara individual. Kedua, Penggambaran, kegiatan merangkai gambar-gambar individual sedemikian rupa, sehingga kontinuitasnya mengandung makna tertentu.

c. Pengoprasian lebih Kompleks
Lebih banyak melibatkan orang. Peralatan yang digunakan pun lebih banyak dan untuk mengoperasikannya lebih rumit dan harus dilakukan orang-orang yang terampil dan terlatih.
5. FILM
1 Layar yang Luas/Lebar
Layarnya berukuran luas. Layar film yang luas telah memberikan keleluasaan penontonnya melihat adegan-adegan yang disajikan dalam film.

2 Pengambilan Gambar
Shot yang artistik menjadikan film lebih menarik. Yang bisa menggunakan extreme long shot. Ibandingkan pengambilan gambar TV lebih sering dari jarak dekat.

3 Konsentrasi Penuh
Kita semua terbebas dari gangguan hiruk pikuknya suara diluar karena biasanya ruangan kedap suara. Dengan demikian emosi kita juga akan terbawa suasana.

4 Identifikasi Psikologis
Suasana di gedung bioskop telah membuat pikiran dan perasaan kita larut dalam cerita yang disajikan. Secar tidak sadar kita mengidentifikasi diri dengan salah seorang pemeran dalam film itu. Dan meniru cara berpakain dan model rambutnya yang disebut imitasi.

medium is the message

Menurut Marchall McLuhan lulusan universitas Toronto (Kanada, lahir 1911). Mengatakan bahwa Media adalah pesan. Pesan akan dapat tercipta jika media tersebut dimanfaatkan secara maksimal. Karna media membentuk pola dalam aktifitas manusia.  Sebagai contoh, bahwa listrik hanya sebuah media. Akan tetapi media tersebut tidak bersikap statis hanya pada sebuah alat. Oleh karena itu, jika listrik tersebut dimanfaatkan secara maksimal dalam aktifitas keseharian manusia seperti menghidupkan lampu, menyetrika, menyelesaikan tugas dengan menggunakan komputer, atau olahraga baseball pada malam hari, maka listrik tersebut dapat diiterpretasikan menjadi sebuah media yang mempunyai pesan.
Jika kita melihat gambar atau lukisan pada sebuah kanvas. Maka persepsi kita terhadap lukisan tersebut hanya sebuah bentuk fisik yang tak memiliki arti. Namun lukisan tersebut memiliki isi dan pesan yang ingin disampaikan oleh pengarangnya.. Sehingga dapat disimpulkan bahwa medium memiliki content atau isi. Isi tersebut menjadi pesan jjka media dapat melahirkan nilai lain.
Mc Luhan juga pernah mempopulerkan istilah “Medium is Mass-age” media adalah era massa. Dia membagi media dalam empat priodesasi: a trible age (era suku), literate age (era literate/huruf), a print age (era cetak), electric age (era elektronik).