1. Tahun 1945 – 1950-an
Pada masa ini, pers sering disebut sebagai pers perjuangan. Pers
Indonesia menjadi salah satu alat perjuangan untuk kemerdekaan bangsa
Indonesia. Beberapa hari setelah teks proklamasi dibacakan Bung Karno,
terjadi perebutan kekuasaan dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat,
termasuk pers. Hal yang diperebutkan terutama adalah peralatan
percetakan.
Pada bulan September-Desember 1945, kondisi pers RI semakin kuat, yang
ditandai oleh mulai beredarnya koran Soeara Merdeka (Bandung), Berita
Indonesia (Jakarta), Merdeka, Independent, Indonesian News Bulletin,
Warta Indonesia, dan The Voice of Free Indonesia.
2. Tahun 1950 – 1960-an
Masa ini merupakan masa pemerintahan parlementer atau masa demokrasi
liberal. Pada masa demokrasi liberal, banyak didirikan partai politik
dalam rangka memperkuat sistem pemerintah parlementer. Pers, pada masa
itu merupakan alat propaganda dari Par-Pol. Beberapa partai politik
memiliki media/koran sebagai corong partainya. Pada masa itu, pers
dikenal sebagai pers partisipan.
3. Tahun 1970-an
Orde baru mulai berkuasa pada awal tahun 1970-an. Pada masa itu, pers
mengalami depolitisasi dan komersialisasi pers. Pada tahun 1973,
Pemerintah Orde Baru mengeluarkan peraturan yang memaksa penggabungan
partai-partai politik menjadi tiga partai, yaitu Golkar, PDI, dan PPP.
Peraturan tersebut menghentikan hubungan partai-partai politik dan
organisasi massa terhadap pers sehingga pers tidak lagi mendapat dana
dari partai politik.
4. Tahun 1980-an
Pada tahun 1982, Departemen Penerangan mengeluarkan Peraturan Menteri
Penerangan No. 1 Tahun 1984 tentang Surat Izin Usaha Penerbitan Pers
(SIUPP). Dengan adanya SIUPP, sebuah penerbitan pers yang izin
penerbitannya dicabut oleh Departemen Penerangan akan langsung ditutup
oleh pemerintah. Oleh karena itu, pers sangat mudah ditutup dan
dibekukan kegiatannya. Pers yang mengkritik pembangunan dianggap sebagai
pers yang berani melawan pemerintah. Pers seperti ini dapat ditutup
dengan cara dicabut SIUPP-nya.
5. Tahun 1990-an
Pada tahun 1990-an, pers di Indonesia mulai melakukan repolitisasi lagi.
Maksudnya, pada tahun 1990-an sebelum gerakan reformasi dan jatuhnya
Soeharto, pers di Indonesia mulai menentang pemerinah dengan memuat
artikel-artikel yang kritis terhadap tokoh dan kebijakan Orde Baru. Pada
tahun 1994, ada tiga majalah mingguan yang ditutup, yaitu Tempo, DeTIK,
dan Editor.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar